Aku
memandang pemain sepak bola yang sedang bergembira karena berhasil menjebol
gawang lawan. Seperti gadis di sampingku, ia heboh melihat orang yang ia sukai
ikut andil dalam masuknya bola ke gawang.
“Shino keren, ya?!” Gadis di sampingku bertanya dengan
nada girang. Dia adalah temanku yang
cukup merepotkan, namanya Eiko Himawari.
“Hai” aku menjawab singkat.
Dengan nama lengkap, Watanabe Shino. Orangnya tinggi,
atletis, rapi, tampan dan sangat digandrungi oleh banyak siswi di SMA Kenishi.
Sudah sepantasnya Eiko menyukai pemuda itu.
“Permainan macam apa itu? Mereka menang karena lawan yang
tidak imbang” komentar seseorang dengan nada santai. Hebatnya, temanku langsung
bereaksi.
“Kau ini bisanya hanya berkomentar. Mereka memang hebat!
Dasar mulut lebar!” Sembur Eiko. Aku memutarkan bola mata.
“ Masih beruntung mulutku lebar, dari pada kamu. Kening
lebar!” Timpal orang itu.
Dia adalah Imura Kenji. Lelaki yang selalu bersitegang
dengan Eiko. Dia urakan, tengil, dan cuek. Tapi begitu populer di kalangan
siswa karena kepintarannya dan juga wajahnya yang tampan.
“Nani?! Dasar tidak tau malu! Tarik kembali ucapanmu
itu!” Teriak temanku, Eiko.
“Cerewet! Yang begitu saja di bikin ribut. Dasar wanita!”
Timpal Kenji.
Begitulah, setiap hari kerjaan Eiko dan Kenji, adu mulut
dan saling ejek. Seperti di cerita–cerita novel saja. Yang membuatku jengah
adalah keluhan Eiko tentang Kenji yang setiap waktu itu telah mewarnai
hari-hariku. Aku pusing luar biasa. Dengar suara Eiko saja, membuat telingaku
sakit. Apalagi ditambah pengaduan tentang Kenji yang menyebalkan. Setiap
berbicara pakai teriak-teriak dengan nada kesal
Saat itu, pasti kesabaranku di uji.
Kalau tentang Shino, Eiko selalu memujinya. Eiko
benar-benar mengagumi sosok cowok yang satu ini.
“Sudah keren, pintar, tampan pula” puji Eiko suatu hari.
“Bukannya Kenji juga tampan, dia juga pintar” Sergah
Kurumi yang kebetulan berada di samping Eiko.
“Hah! ... percuma saja! Dia itu orang paling menyebalkan
yang pernah kutemui”
Wah .. kalau membahas kebencian Eiko pada Kenji, memang
tak ada habisnya.
***
“Hikari-chan, makan ramen yuk! Aku traktir” ajak Eiko.
Aku tersenyum dan mengangguk. Tak kusangka letak kedai ramen cukup jauh
jaraknya dari sekolah. yang membuat aku heran, Eiko terlihat sangat ceria.
“Konnichiwa” sambut seseorang yang sukses membuatku
terdiam. Itu Watanabe Shino dengan seragam yang masih melekat di tubuhnya serta
celemek putih.
“Eh, Kuronuma-san? Makan di sini ya?” Shino memandangku
sambil tersenyum.
“Hai, Watanabe-san. Eiko yang mengajakku kemari” Kataku.Terlihat
wajah Eiko yang tersipu.
“Ah. Eiko Sawatari, ya?”
Glek!
“Bukan, yang benar itu Eiko Himawari” Ralat Eiko dengan
senyum yang agak dipaksakan.
“Ah, Gomen ne”
***
Sepulang makan ramen, Eiko juga tak hanya kesal pada Shino,
tapi tentunya padaku juga.
“Kenapa Shino tidak tau namaku? Padahal kami sering
bertemu, dan malah kamu yang terlebih dahulu di sapa” Cecar Eiko “Apa kamu
kenal Shino? Tapi pura-pura tidak saling kenal saat bersamaku?!”
“Iie” kataku sambil menggoyang-goyangkan kedua telapak
tangan “Tetanggaku adalah saudara Shino. Jadi kami pernah bertemu beberapa
kali”
“Kenapa kamu tidak bilang sedari dulu?!”Nada suaranya
meninggi.
“Ah, tapi kan kami tidak dekat” Imbuhku. Tiba-tiba saja
Eiko melotot, seakan berniat menelanku bulat-bulat.
“Bagaimana kalau Shino menyukaimu?” Tanya Eiko, matanya
menatap lekat kearah wajah ku.
“Ano... Eito ...” aku bingung sendiri, salah menjawab
saja fatal akibatnya.
“Itu hak Shino untuk menyukai siapapun, Eiko” Suara
ngebass Kenji membuatku kaget.
Aduh...!
Kenapa ia muncul disaat yang tidak tepat?
“Wah, Kenji! Kebetulan sekali, ya” aku mencoba
berbasa-basi sambil menarik tangan Eiko agar menjauh dari Kenji.
“Apa sih?! Menarikku seenaknya!” bentakan Eiko membuatku
terbelalak. “Cih! Kebetulan yang sial, harus bertemu denganmu!”
Aku memberi isyarat agar Kenji tak membalas omongan Eiko
yang kasar. Namun, sepertinya ia tak peduli. Kenji malah tersenyum.
“Kurasa pertemuan ini merupakan sebuah anugerah bagiku”
Ujar Kenji, aku langsung memandang Eiko tersenyum kecut.
Apa Kenji menyukai Eiko? Hatiku bertanya.
“Baiklah kalau begitu, Kenji. Kami pamit dulu, ayo Eiko!
Matta ashita” Buru-buru aku menggamit lengan Eiko seraya menariknya. Masih
terlihat jelas Kenji yang tersenyum hangat.
Eh?
“Dia.. tadi, kenapa jadi begitu?” Eiko keheranan,
kemudian bergidik. Geli juga melihat gadis itu.
“Aku rasa, Kenji
menyukaimu” Aku menegaskan.
***
“Hikari-chan! Shino mengajaku pulang bareng” Eiko
terlihat girang.
“Wah, Eiko dan Shino ada kemajuan, ya” Kataku.
Benar saja, Shino menunggu kedatangan Eiko di gerbang. Aku yakin sekali sebenarnya Shino hanya ingin
membayar kesalahnnya kemarin pada Eiko.
“Matta ashita, Hikari-chan! Aku duluan ya!” teriak Eiko
sambil berlari menghampiri Shino. Sontak, semua gadis melirik kearah mereka
berdua.
“Mereka serasi ya”. Itu Kenji, mungkin karena terlalu
sering mendengarnya teriak-teriak, jadi aku begitu mengenal suara ngebass yang
satu ini.
Tak berselang lama, aku tertawa.
“Kenapa tertawa? jangan-jangan benar kata Eiko kemarin”
Aku langsung berhenti tertawa.
“Baka. Dia hanya takut Shino malah menyukaiku, karena
Shino terlebih dahulu tau namaku dibanding nama panjang Eiko sendiri. Padahal,
ia tak usah khawatir” Aku menuturkan.
“Wah, kalau Shino menyukaimu. Kupastikan ada pihak yang
terluka karenanya”
“Eiko, maksudmu?” tanyaku.
Kenji menaikkan sebelah alisnya. Aku kembali
tertawa. Kenji pun tersenyum. Entahlah, rasanya hari ini aku bahagia sekali.
***
Aku
duduk sendiri di taman sekolah dengan kondisi kaki pegal-pegal. Eiko sudah
pulang terlebih dahulu bersama Shino.
Jika
mengingat pembicaraan dengan Eiko tadi siang, lucu juga. Ia kesal karena Shino
hanya berbicara masalah di kedai tempo lalu.
“Tumben,
Hikari tak bersama Eiko hari ini” aku menoleh ke arah suara. Kenji lagi. Entah
kenapa, akhir-akhir ini Kenji selalu ada di sebelahku meski tanpa kehadiran
Eiko.
“Memang
kenapa? Jangan-jangan kamu rindu padanya?” Kataku seraya tersenyum jahil.
“Tentu
saja tidak” Wajahnya yang Innocent membuatku gemas. Jujur saja, lah! Katakan
yang sebenarnya!
“Masa?
Kupikir kau menyukainya, bukan?” Pancingku.”Ungkapkan saja perasaanmu yang
sebenarnya”
“Maksudmu?”
Ia melirikku.
“Bukankah
selama kau berseteru dengan Eiko, diam-diam kau menyukainya?”
Di
luar dugaan, Kenji tergelak.
“Kurasa
kau salah paham.” Katanya, kemudian duduk di sebelahku.
Deg! Salah paham, katanya?! Apa dugaanku salah?
Masa sih? Bisa gila aku, memikirkan hal
seperti ini saja.
“Ano
... tadi, kamu menyuruhku untuk mengungkapkan perasaanku.” Aku hanya
mengangguk.
Hening.
“Watashi anata ga suki desu ...” Ucap Kenji. Mendadak
darahku berdesir, hatiku bergemuruh tak karuan. Pikiranku kacau. Aku kaget,
heran, sekaligus bingung.
“Kau pasti bercanda!” kataku seraya menepuk pundaknya.
“Iie,”
jawabnya singkat “Tsukiatte Kudasai”
Glek!
“Tapi,
kenapa?”
“Aku
selalu berpikir.. Seharusnya, aku menyukai Eiko seperti di novel-novel pada
umumnya. Tapi takdir tak dapat diatur hanya karena sebuah hukum baku dalam
sebuah cerita fiksi” Mata Kenji menerawang “Aneh ya” ia menambahkan
“Lalu, apa jawabanmu?” Kenji mengalihkan pandangan,
matanya kini menatapku.
“Ajaib” hanya kata itu yang mampu aku ucapkan. Kenji
tertawa. Aku ikut tertwa, konyol juga.
***
Seminggu kemudian hubungan Eiko dengan Shino semakin
dekat. Mereka masih sering terlihat bersama.
Dan aku, ya ... masih sama. Telingaku masih sakit,
mendengar Kenji dan Eiko yang saling mengejek dan meneriaki satu sama lain.
Mereka berisik sekali!
“Kenapa kalian tidak damai saja, sih” Sindirku pada Eiko.
Ia malah membuang muka.
“Rasanya, kalau tidak ribut. Kurang seru. Karena
perseteruan kami adalah bunga yang mempercantik sekolah ini” Kenji menimpali,
secara tiba-tiba ia sudah berada di sampingku.
“Mempercantik, katamu?! Dasar kuno!” Eiko mencoba meraih
Kenji kemudian menimpuki dengan tas miliknya.
BUKK!!
Kenji berlari menghindar sambil menarik tanganku.
“Hooy! Jangan culik temanku!”
Note :
Nani = apa
Gomen ne = maafkan aku
Iie = tidak
Matta Ashita = sampai
jumpa besok
Baka = bodoh
Tsukiatte Kudasai =
jadilah pacarku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar