“Tahun baru di Bandung, euy!” sorak
Nining. Girang.
Ini adalah pertama kalinya Nining
merasakan hawa tahun baru di Bandung, dengan suasana yang lebih meriah
dibanding saat di Desa dulu.
Beberapa bulan yang lalu, Nining
memutuskan untuk tinggal di rumah Bibinya sekaligus melanjutkan jenjang pendidikan
sekolah menengahnya ke salah satu SMA terfavorit di Bandung.
Dan besok, malam pergantian tahun
paling beda bagi Nining. Bersama teman baru dan pengalaman baru.
“Asyik!” jerit Nining, saking
senangnya ia sampai melompat-lompat.
***
“Ning ... Ada temen, tuh” Teriakan
Bibinya, langsung di sahut dengan bersemangat.
“Yeah!”
Di ayunkan kakinya, setengah berlari
menghampiri teman-teman yang sedang berdiri di dekat pagar rumah bercat kuning.
Mereka tengah asyik mengobrol sambil menunggu kedatangan Nining.
“Fika, Salwa, Erin” Ketiga orang
yang disebut namanya, langsung menoleh.
“Hayu, masuk kedalam” Ajak Nining.
Ketiga temannya serempak mengagguk dan mengekor Nining yang sudah lebih dulu
memasuki pelataran rumah.
“Ning, kita ngobrolnya di beranda
aja, ya” Ujar Fika, di sambut anggukan Salwa dan Erin. “Biar santai” tambah
Fika.
Tak lama kemudian, mereka berempat
sudah duduk ber-sila di teras rumah. Bertemankan sepiring cireng dan gehu,
serta teh manis hangat.
“Gini, Ning” Salwa memulai.
Tangannya mencomot cireng. Kemudian melahapnya.
“Kita tuh, kesini buat ngajakin kamu
ikut ngerayain Tahun Baru bareng temen-temen di Gasibu” tutur Salwa dengan mulut
penuh, cireng di tangannya hanya tinggal separuh.
Mata
Nining berbinar, Kebetulan sekali!
“O,
ya. Katanya sih, Erza bakalan ikut” Erin menambahkan, lalu menyeruput teh manis
dengan nikmat. Nining terdiam sebentar. Menikmati tahun baru bersama Erza? ... kontan
saja, Nining jadi bersemangat.
“Aku
ikut!” Pekik Nining. Melihat itu, ketinga temannya saling melempar senyum
memaklumi.
“Deuh
... semangat banget, nih!” Sindir Salwa.
***
Malam
ini begitu dingin, sayup-sayup terdengar lagu dangdut mengalun. Nining teringat
suasana malam yang ia lewati di Desa. Jauh lebih sepi, yang terdengar hanyalah
suara jangkrik.
Tapi
besok, pasti malam hari menjadi lebih meriah. Ingatan Nining kembali pada
percakapan tadi siang. Bersama ketiga teman yang baru di kenalnya beberapa
bulan lalu.
Angannya
melayang, membayangkan sepotong episode malam tahun baru yang romantis bersama
Erza, di temani meriahnya suara petasan..
“Cantik
ya?” Nining bergumam pelan. Melihat kembang api yang menghias langit malam.
“Tapi
kalah sama kecantikan kamu. Kalau kembang api hanya dapat dinikmati
kecantikannya saat momen tertentu saja, tapi kamu ... aku bisa menikmati
kecantikan kamu setiap waktu”
Nining
senyam-senyum sendiri, wajahnya cerah dengan khayalan yang ia ciptakan. Nining
belum pernah merasa sebahagia ini, saat menyukai seseorang.
***
Nining
menghampiri seorang wanita berusia tiga puluhan yang tengah asyik duduk dengan
tangan yang terampil menjahit sebuah pakaian. Perlahan, Nining merangkul wanita
itu yang merupakan bibinya.
“Bibi
...” Nining sengaja membuat nada suaranya terdengar manja.
“Hmm
..” Sahut bibinya tanpa sedikit pun mengalihkan pandangan.
“Boleh
gak, kalau Nining ikut ngerayain tahun baru bareng temen-temen?” Bibinya
mengerutkan kening, tangannya sibuk menaruh kembali alat menjahit ke tempatnya.
“Boleh,
ya..?” Nining merajuk. Bibinya menatap lekat ke arah wajah Nining.
“Mau
ngerayain dimana, Neng geulis teh?”
“Kata
Fika, sih. Di Gasibu”
Bibinya mengusap bahu Nining perlahan,
kepalanya tertunduk. Yang Nining dengar hanyalah sebuah desahan.
“Yeuh,
Ning. Bibi rasa, kamu itu sudah besar. Mungkin tau mana yang benar dan yang
salah”
Nining
menelan ludah, ia dapat menebak bahwa bibinya tidak mengijinkan.
“Tapi,
Bi .. besok itu, malam pertama Nining ngerayain tahun baru di Bandung” Suara
Nining lirih.
“Ning
... kalau mau lihat kembang api kan bisa disini”
“Tapi,
kan beda” Nining bersikeras. Bibinya menatap wajah keponakan perempuannya
dengan penuh kehangatan.
“Ning
... Suasana di Bandung memang beda sama di Desa. Di sini gak seaman yang kamu
kira” Kata Bibinya “Daripada ngebuang uang, mending ikut sama Bibi aja. Dengerin
Tausyiah sama Perenungan di Puncak tengah malam, sekalian Muhasabah”
Nining
melepas rangkulannya. Ia bangkit dan berjalan tanpa mempedulikan panggilan
bibinya.
“Nining
... kamu kenapa?”
Ditutup
pintu kamar Nining dengan keras, Hingga menhasilkan suara berdebum. Di kamar,
ia langsung mengehempaskan diri di atas kasur. Matanya menghangat, dadanya
serasa sesak. Dalam bayangannya, besok teman-temannya akan bersuka cita tanpa
kehadirannya. Tertawa-tawa dengan riang, dan Erza ...
Hilanglah
kesempatanku untuk dekat dengannya, Batin gadis itu.
***
Memiliki
nama lengkap Erza Aridya Muse. Cowok blasteran itu, terkenal di kalangan para
siswi karena jasanya pada sekolah yang telah membawa banyak piala, juga karena
ketampanannya serta senyuman manis yang selalu tersungging pada setiap orang
yang berada di sekitarnya. Bisa dibilang ia sangat ramah, ... terlalu ramah
malah.
Pertemuan
Nining dengan cowok berperawakan tinggi ini, bermula ketika cowok itu tak
sengaja menumpahkan minuman pada buku gambar A3 milik Nining. Dengan wajah
panik, cowok itu berjanji akan menggantinya. Dan benar saja, keesokkan harinya
Erza langsung menyodorkan sebuah buku gambar yang masih gerbungkus plastik.
“Ini,
... maaf soal yang kemarin”
“Bukan
masalah” Nining menjawab singkat, tangannya dengan cepat meraih buku gambar
dengan kepala tertunduk-tunduk, tak mampu menatap lawan bicaranya. Habis, ia
sudah gugup duluan.
“Oke
..” Suara cowok itu terdengar canggung. Perlahan Nining mendongakkan kepalanya,
dan .. satu .. dua.. tiga detik Nining terdiam melihat cowok itu tengah
tersenyum padanya.
Jantungnya
berdegup kencang, rasanya ingin sekali Nining menjerit saking terpana pada
sosok di hadapannya.
Dan
... sejak saat itulah Nining menyukai Erza.
***
Siang
itu, kediaman Bibi Nining di ramaikan kedatangan Fika, Salwa dan Erin. Tadinya,
mereka bertiga mau merencanakan kegiatan saat tahun baru. Tapi mendengar cerita
Nining, membuat mereka terbelalak.
“Hah?”
Ketiga
teman Nining yang sedari tadi asyik memakan gorengan yang disuguhkan, langsung
memusatkan perhatian pada Nining.
“Masa
gitu doang gak di kasih ijin?” Salwa mengerutkan kening.
“Ih,
Norak. Kuno banget” Erin menambahkan.
“Jadi,
Bibi kamu malah ngajakin kamu dengerin tausyiah?” Kejar Fika kemudian. Nining
mengangguk.
“Gini
deh ... aku kasih solusi. Gimana kalau .. Psstt..” terlihat Fika membisikan
sesuatu. “Psst..psstt..!”
“Apa
gak dosa, Fik?” Nining telihat ragu. Fika menggeleng mantap.
“Demi
kebahagiaanmu, kenapa tidak?”
***
Sekarang
duah pukul lima sore. Bibi berencana pergi ke Pusdai untuk menghadiri acara
Muhasabah pada pukul setengah enam.
Nining
dilema. Antara bingung, takut dan juga keinginannya yang kuat untuk bertemu
sang pujaan hati. Perlahan tangannya membuka jendela kamar yang menghubungkan
ke pekarangan belakang. Ia berencana kabur ke rumah Erin. Jaraknya lumayan
dekat, hanya melewati beberapa gang saja.
Dengan
hati-hati, Nining menaiki jendela kamar. Namun..
“Masya
Allah! Ning ...” pekikan Bibinya membuat Nining terperanjat. Beberapa menit
kemudian, Nining tertunduk. Merasa malu karena kepergok mau kabur. Rencana A,
Gatot alias Guaaagal Totaaal.
“Ning!
eling... kenapa nekat gitu?” Bibinya mengguncang-guncang kedua bahu
keponakannya itu. Nining membisu.
“Udah!
Sekarang kamu ikut Bibi Muhasabah sampai subuh di Pusdai” Tandas Bibinya
kemudian.
“Tapi
..”
Nining
lemas seketika. Gimana nih?! Harapannya untuk menikmati Tahun baru layaknya
Remaja pada umunya, menguap sudah. Apalagi menikmatinya bersama Erza? ...
sekarang hanyalah sebuah angan belaka.
Eits
.. Nining menjentikkan jari. Saatnya rencana B..
***
Nining
menatap sebuah masjid yang berdiri megah di hadapannya kini. Berwaran cet Krem
serta coklat. Tak dapat di pungkiri, ternyata Pusdai begitu indah dan luas.
“Tuh,
kan! Gak terlalu buruk, kalau Nining datang ke sini” Sergah bibinya. Nining masih
cemberut.
Sebenarnya,
begitu banyak acara hiburan selama menunggu tengah malam tiba. Bahkan Nining
bisa mendengar suara dangdut yang berasal dari tempat dekat masjid.
Aneh
.. gumamnya.
Entah
sudah berapa kali, Nining menatap jam tangan mungil yang menghiasi pergelangan
tangannya. Masih jam delapan, boseeeen! Jerit Nining. Ia kemudian memutuskan
berjalan-jalan mengelilingi luasnya area masjid.
***
Sekumpulan
remaja putri berpakaian modis terlihat sedang bersandar di sebuah pohon dekat
area masjid. Pakaian mereka begitu kontras dengan remaja yang berlalu lalang
dengan pakaian tertutup.
Beberapa
pasang mata melihat garak-gerik mereka dengan pandangan aneh. Dan mereka lebih
terkejut saat melihat seorang gadis manis berjilbab, mendekati mereka. Terdengar
percakapan yang cukup lama di tengah naungan malam.
“Nih
... sekitar jam setengah duabelas nanti kamu ganti baju. Kita bakal nungguin di
tempat yang sama” Ujar salah satu dari mereka seraya menyodorkan sebuah
bungkusan kresek hitam. Sedangkan gadi berjilbab itu hanya mengangguk.
***
Nining
sama sekali tak dapat berkosentrasi dengan tausyiah yang di berikan salah satu
pemuka agama. Matanya sesekali melirik ke arah jam tangan.
Begitu
kagetnya ia saat melihat waktu yang tertera. Pukul setengah dua belas malam ...
ia harus bergegas. Pasti Fika tengah menunggunya.
“Bi
...” Panggil Nining, wajahnya sengaja ia buat agar terlihat seperti orang
kebelet.
“Aku
ke wc, ya .. Bi” Bibinya langsung
mengangguk.
“Eh,
acara utama nya bentar lagi mulai ... jangan lama-lama” pesan Bibinya yang di
jawab oleh anggukan oleh keponakannya.
Setelah
berhasil keluar dari keramaian di dalam Masjid, Nining melangkah mantap. Hatinya
begitu berbunga-bunga.
***
“Nining
mana, sih?” Erin sudah tak sabar, menunggu sepotong wajah yang sangat familiar
baginya.
“jangan-jangan
kejebak di dalam masjid, lagi?” Fika berprasangka.
“Eh
... itu Nining” Ujar Salwa seraya menunjuk seorang gadis manis dengan pakaian
yang tertutup. Masih seperti beberapa jam yang lalu.
Ketiga
teman Nining menatap heran. Kok masih pakai baju ini? Terlihat dari wajah-wajah
mereka yang penuh tanda tanya.
Yang
membuat ketiga temannya tercengang, Nining menyerahkan bungkusan kresek hitam
sambil tersenyum.
“Maaf,
kayaknya aku gak bisa ikut ngerayain tahun baru bareng kalian” Ujar Nining “O,
ya. Kalian kayaknya harus buru-buru, deh. Bentar lagi jam dua belas”
Keriga
temannya malah terdiam, kebingungan.
***
Erin
mencomot pisang goreng dengan bersemangat kemudian melahapnya. Dalam kondisi
mulutnya penuh, Erin masih menyempatkan untuk berbicara.
“Eh
pas kemarin malam tahun baru. Aku shock banget ngeliat Erza ngegandeng cewek”
“Iya,
ceweknya cantik banget. Aduh, mereka tuh malah mesra-mesraan” Salwa menimpali,
ia ikut-ikutan mencomot pisang goreng.“Untungnya kamu gak ada disitu. Kita gak
tega liat kamu nangis”
“Ah,
biasa aja kali” Nining menanggapi dengan cuek. Ketiga temannya saling
berpandangan. Kemudian Nining tertawa kecil. Ia teringat kejadian kemarin ...
Nining
sebal dengan rok yang ia pakai. Membuatnya tak dapat bergerak bebas, tak dapat
berlari. Sedang di tangannya, ia memegang sebuah bungkusan kresek hitam.
Baru
saja kakinya melangkah menuju WC, seseorang menegurnya.
“Lho
... jam segini kenapa masih keliaran di luar, neng?” Nining kontan langsung
menoleh. Didapatinya sepotong wajah yang membuat hatinya berdesir. Satu ... dua .. tiga .. empat...
lima detik Nining terdiam. Lebih lama di banding ketika melihat Erza.
Makhluk
yang ia lihat saat ini adalah seorang cowok berpakaian casual dengan kaos seta
kemeja kotak-kotak dan celana hitam. Matanya begitu teduh, wajahnya terlihat
berkharisma dan gagah. Yang pasti... Erza sih, lewaat.
“Neng
, acara utamanya mau di mulai lho! Ayo cepet, jangan sampai kelewat”
Duar!
Terdengar
jelas suara kembang api, seperti melengkapi isi hatinya yang tengah meledak-ledak.
Ya .. meledak hingga seindah kembang api..di Malam tahun baru. Begitu indah
tanpa harus bersama Erza. Menatap lama lelaki yang berada dihadapannya, Nining
merasa puas.
“Eh.
Iya, kang” Nining tersadar, kemudian tersenyum. Ia urungkan niatnya untuk
menemui Erza dan menyerahkan kembali bungkusan kresek hitam berisi baju untuk
dipakainya saat malam tahun baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar